04 Maret 2013

Film Operation Wedding


Setelah merilis Sampai Ujung Dunia dan Test Pack: You’re My Baby pada tahun lalu – yang berhasil membuktikan bahwa film drama dewasa Indonesia mampu dikemas secara ringan namun tetap berhasil tampil emosional, Monty Tiwa kembali hadir dengan film terbarunya yang kali ini bernafaskan drama komedi, Operation Wedding. Dengan departemen akting yang diisi oleh jajaran pemeran muda berbakat di industri film Indonesia, Operation Wedding sepertinya akan dapat dengan mudah menjadi sebuah film drama komedi yang menghibur dan, tentu saja, menarik perhatian banyak penonton. Well… para jajaran pemeran muda dengan penampilan sangat atraktif tersebut memang mampu membuat Operation Wedding menjadi sangat menyenangkan untuk dilihat. Namun ketika berhubungan dengan jalan cerita yang mereka lakoni… buruk mungkin hanya satu-satunya kesan yang dapat disematkan pada film ini.

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Raymond Lee (Golden Goal,  2011), Chairul Rijal (Bebek Belur, 2010) dan Vernawati Yunidar, Operation Wedding berkisah mengenai kehidupan sebuah keluarga yang terdiri dari sang ayah, Kardi (Bucek Depp), dan empat orang anak gadisnya yang sangat rupawan, Tara (Sylvia Fully R), Lira (Kimberly Ryder), Vera (Dahlia Poland) dan Windi (Yuki Kato). Dengan latar belakang yang berasal dari dunia militer, Kardi merupakan sosok yang sangat protektif terhadap keempat anak gadisnya, bahkan ketika mereka telah beranjak dewasa. Tidak mengherankan jika kemudian kehidupan empat gadis muda tersebut cenderung tertutup dari kehidupan luar, termasuk dari kehidupan romansa yang seharusnya sedang mereka nikmati.

Konflik mulai muncul ketika Windi kembali bertemu dengan teman masa kecilnya terdahulu, Rendi (Adipati Dolken), yang kini telah tumbuh menjadi sesosok pemuda tampan. Rendi yang sedari dahulu telah menyukai Windi, kini kembali menyatakan perasaannya terhadap gadis tersebut. Sayangnya, tentu saja, hubungan  tersebut kemudian terhalang dengan sikap protektif yang dimunculkan oleh Kardi. Melihat bahwa hubungannya dengan Rendi tidak akan berjalan lancar karena sikap sang ayah, Windi kemudian mulai menyusun rencana bersama kakak-kakaknya agar sang ayah dapat menerima posisi mereka sebagai wanita dewasa yang kini telah siap untuk jatuh cinta… dan menikah.

Walau dengan keberadaan tiga orang yang bertanggung jawab terhadap penulisan naskah film ini, Operation Wedding justru memiliki kelemahan terbesar pada bagian penceritaannya. Kisah mengenai sekelompok gadis yang berusaha agar mendapatkan izin sang ayah yang protektif untuk menikah maupun berpacaran sebenarnya bukanlah sebuah ide cerita yang terlalu buruk untuk dikembangkan. Sayangnya, di tangan Raymond Lee, Chairul Rijal dan Vernawati Yunidar, premis tersebut justru dikembangkan menjadi sebuah alur penceritaan yang dipenuhi dengan konflik-konflik yang begitu dangkal, cenderung bodoh dan seringkali melupakan keberadaan unsur logika dalam penyampaiannya. Ketiganya terlihat terlalu berusaha untuk menghadirkan unsur drama, romansa dan komedi dalam jalan cerita Operation Wedding tanpa pernah sekalipun terlihat mampu untuk menangani ketiga elemen cerita tersebut.

Tidak hanya dari sisi cerita, karakter-karakter yang dihadirkan dalam jalan penceritaan Operation Wedding juga cenderung dihadirkan dengan begitu dangkal. Lihat bagaimana naskah cerita film ini menggambarkan karakter Kardi yang begitu overprotective dengan berbagai tindakan anehnya, tingkah polah keempat karakter anak gadis Kardi yang lebih sering tampil dengan kelakuan yang mengganggu daripada menarik perhatian atau bahkan karakter empat kekasihnya yang sepertinya hanya dijadikan untuk pemicu kehadiran unsur komedi maupun drama berlebihan pada jalan cerita film ini. Penggambaran karakter-karakter yang begitu karikatural inilah yang semakin membuat kualitas penceritaan Operation Wedding semakin menyiksa untuk diikuti.

Dengan karakter-karakter yang dangkal tersebut tidak mengherankan jika kemudian talenta-talenta yang hadir dalam departemen akting film ini seringkali terkesan hadir secara sia-sia. Jangan salah. Seluruh jajaran pemeran film ini telah berusaha semampu mereka untuk menghidupkan karakter yang mereka perankan – mungkin kecuali Bucek Depp yang terlihat selalu kaku dalam penampilannya. Sayangnya, penampilan yang cukup lumayan tersebut tidak pernah mampu tergali dengan baik. Hasilnya, penampilan masing-masing pemeran menjadi gagal untuk tampil kuat dengan chemistry antar setiap pemeran yang ada di Operation Wedding terasa begitu minim keberadaannya.

Terlepas dari jajaran pemeran yang diisi dengan wajah-wajah yang berpenampilan begitu atraktif (Hi, Kimberly Ryder!), Operation Wedding sayangnya menghadirkan deretan penceritaan dengan kualitas yang begitu menyedihkan. Ketiga penulis naskah cerita film ini sepertinya sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk mengembangkan sebuah naskah cerita yang mampu menghadirkan elemen drama, romansa dan komedi di dalamnya. Ditambah dengan kehadiran dangkalnya penggambaran setiap karakter yang ada di jalan cerita film ini, setiap jengkal penceritaan Operation Wedding menjadi begitu datar, bodoh, bertele-tele dan jauh dari kesan menarik.

0 Comments

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan bahasa sopan dan mudah dimengerti